Setelah tamat smu, seringkali saya dapati calon mahasiswa bingung hendak melangkah memasuki universitas. Terlalu banyak pilihan jurusan memang seringkali membingungkan, karena keterbatasan informasi atau bisa jadi dikarenakan mereka belum mengenali diri sendiri, belum paham apa yang menjadi keinginan atau minatnya.
Kebingungan ini, menyebabkan banyak pelajar SMU mengikuti tes minat bakat untuk membantu mengetahui jurusan apa yang akan diambilnya, menemukan apa yang menjadi mimpi dan keinginannya. Beruntunglah sebagian kecil kelompok yang saat SMU sudah memiliki mimpi, tahu arah tujuannya ditambah lagi jika orangtuanya punya kemampuan untuk mewujudkan mimpi si anak. Dilain pihak ada juga golongan lainnya, yang punya mimpi namun terkendala biaya, seringnya langkah pendidikan mereka terhenti sampai jenjang SMU. Jumlah kelompok yang ketiga disebut ini cukup banyak di Indonesia. BPS mencatat angkatan kerja Indonesia lebih dari 80% atau masih didominasi, oleh lulusan SMU/SMK kebawah (tidak mengenyam pendidikan tinggi).

Beruntunglah saya, kamu, atau kalian, yang dilahirkan dari orangtua berada. Orang-orang yang tergolong memiliki privilige. Langkah kita mantap memilih jurusan sesuai passion, tanpa harus berpikir keras, bagaimana setelah kuliah nanti? Apa prospek jurusan yang kita pilih cukup menjanjikan? Bagaimana kalau ternyata setelah lulus sulit untuk mendapatkan pekerjaan? Pertanyaan-pertanyaan semacam ini tidak pernah terpikirkan. Seingat saya dulu, kewajiban saya hanyalah untuk menyelesaikan pendidikan yang telah saya mulai sesegera mungkin tanpa harus ribet berpikir, next step nya setelah wisuda akan kemana.
Namun tidak begitu dengan golongan yang terkendala biaya, apalagi saat ini biaya kuliah tergolong fantastis. Dunia pendidikan yang sudah dalam genggaman sistem kapitalisme, tentunya menambah dilematis bagi golongan ini. Ingin melanjutkan kuliah tapi terkendala kondisi orangtua yang hidupnya pas-pas an. Mungkin masih bisa kuliah jika dipaksakan, tapi konsekuensinya keluarga harus mengencangkan ikat pinggang. Mampu kuliah, tapi belum tentu adik-adik nya kelak bisa mendapatkan kesempatan yang sama. Jadi, lanjut kuliah nggak nih? Jawabannya adalah: ya lanjut kuliah lah. Karena salah satu cara merubah nasib di Indonesia, meningkatkan taraf hidup keluarga, atau keluar dari kemiskinan dengan peluang (probability) terbesar adalah melalui pendidikan, sehingga anak tersebut dapat bekerja di sektor formal dan memperoleh penghasilan yang layak.

Sumber: https://macroeconomicdashboard.feb.ugm.ac.id/
Pilih dan persiapkan pendidikanmu dengan perencanaan yang matang. Tapi, ada term and condition yang harus dijalani. Apa itu term and condition nya? Tanggung jawab, ulet, dan pastinya mempunyai perencanaan yang matang sebelum memilih jurusan. Pelajari dan survey dengan detail, akurat dan realistis. It’s a must, mengapa? Karena saat kamu gagal, tidak mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang layak, orangtuamu tidak memiliki bantalan/buffer untuk mensupportmu secara ekonomi, untuk mempunyai second plan, layaknya teman-temanmu yang datang dari keluarga privilege. Nasib saudara-saudaramu untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi, juga biasanya tergantung keberhasilan dirimu. It depends on you to pave the way. Oleh karena itu lumrah, jika setelah kuliah, tuntutan lingkungan agar kamu segera bekerja pastinya lebih tinggi dibandingkan teman-temanmu yang memiliki privilege.

Jangan sampai salah dalam menentukan jurusan, atau cuma ikut-ikutan teman. Ingin kuliah tapi targetnya hanya masuk ke jurusan yang kuliah nya dianggap lebih mudah, santai dan lulus nya lebih cepat. Banyak yang seperti ini, pilihan universitas pun cenderung asal-asalan. Mereka belum paham, pada saat melamar kerja dan mengirimkan berkas lamaran, alma mater does matter. Pihak recruiter/HR, pada saat seleksi berkas pertama kali akan melihat dari universitas mana kamu berasal. Jadi kalau kamu dari universitas yag memiliki akreditasi rendah, siap-siap berkas kamu tidak akan dilirik lagi. Kasihan kan sebelum berperang tetapi kamu nya sudah kalah duluan.
Orangtua juga sebaiknya tidak hanya kemakan gengsi hanya ingin anak menjadi sarjana, tanpa mengenal kemampuan si anak, bahkan ada yang terlalu pasif dan percaya pada pilihan anak. Saya sangat respek melihat beberapa teman saya yang dari awal sudah memahami kekurangan anaknya (kurang minat belajar dan kurang motivasi). Mereka dengan segera mengubah haluan/rencana, dari menyekolahkan anak-anak di jenjang formal (kuliah), menjadi mengikutkan anak-anaknya ke pendidikan informal seperti belajar tata busana, tataboga, atau kursus-kursus lainnya. Padahal kalau dilihat latar belakangnya, mereka tergolong orang-orang yang mampu dan berada. Saat saya tanya alasannya, jawabannya “Lha kalau kuliahnya setengah-setengah mba, mending uang kuliahnya dipakai buat modal untuk mulai usaha kan?” Naaah setuju banget ini. Two thumbs up untuk pilihan mereka yang anti mainstream. Kesalahan pemilihan jurusan akan menghasilkan lulusan universitas dengan jumlah yang tidak sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja. Artinya lulusan dari beberapa jurusan tidak dapat terserap maksimal dikarenakan over supply, atau kata lainnya yang di wisuda lebih banyak dari kebutuhan di pasar kerja. Faktor inilah yang salah satunya menjadi penyebab naiknya tingkat pengangguran lulusan universitas.

Sebagai lulusan fakultas psikologi, saya akan berkata kuliah di psikologi adalah pengalaman yang menyenangkan. Tapi kalau ada kenalan atau saudara yang konsultasi dan meminta saran untuk mengambil jurusan tersebut, tunggu dulu… Saya tidak akan terburu-buru menyarankannya. Pertama saya akan cek terlebih dahulu kondisi keuangan keluarganya. Bukan bermaksud merendahkan, buku-buku di psikologi cenderung mahal, selain itu kalau dia hanya mampu menuntaskan biaya kuliah sampai sarjana, tanpa niat melanjutkan ke pendidikan profesi (S-2), menurut saya akan sia-sia. Lebih baik mengubah pilihannya untuk masuk fakultas ekonomi jurusan manajemen atau fakultas hukum. Kenapa? Karena Saat dia melamar pekerjaan dengan gelar sarjana psikologi, dia tidak punya ke “khas” an apapun. Untuk satu posisi HRD di perusahaan yang katanya spesialisasi dari lulusan psikologi, kita yang lulusan psikologi masih harus berjuang memperebutkannya dengan lulusan dari jurusan lain seperti hukum dan manajemen. Berat euy perjuangan, ditambah lagi, posisi yang dibutuhkan biasanya terbatas hanya satu atau dua orang.
Kalau dibandingkan dengan lulusan ekonomi dan hukum, berdasarkan permintaan pasar kerja terhadap lulusannya, bisa dibilang sarjana psikologi kurang “laris”. Kebutuhan akan lulusan nya lebih sedikit dan terbatas dibandingkan kedua jurusan lainnya. Eh tapi bukan berarti tidak ada yang berhasil mendapatkan pekerjaan bergengsi setelah lulus sarjana psikologi ya. Tapi lihat dulu seberapa banyak populasinya. Probability does matter.
Selain masalah peluang, masalah gaji pun dirasakan kurang memuaskan. Dibandingkan mahasiswa lulusan teknik yang bisa mendapat gaji fresh graduate Rp 8-10 juta, lulusan psikologi biasanya rata-rata dulu di jaman saya fresh graduate (2005), Rp 4 juta sudah keren banget. Diatas angka itu sudah tergolong langka.
Tidak bisa di pungkiri memang ada fakultas atau jurusan-jurusan yang berisiko tinggi menjadi pengangguran atau rela dibayar dengan gaji di bawah rata-rata. Salah satu nya bisa dilihat disini : https://m.liputan6.com/bisnis/read/547878/10-jurusan-saat-kuliah-yang-mengancam-karier
Jika ada jurusan yang kurang dilirik perusahaan, pastinya ada juga jurusan yang tinggi permintaan nya di pasar kerja dan itu berbeda-beda untuk di setiap negara. Untuk saat ini, berdasarkan survey dan riset kecil-kecilan, ada beberapa contoh pilihan yang selalu saya anjurkan kepada keluarga dan kenalan, saat mereka meminta saran ingin melanjutkan kuliah dimana (khusus untuk yang underprivilege), yaitu:
- Teknik. Sarjana teknik menurut saya mudah diserap di pasar kerja, permintaan terhadap lulusan ini tinggi bahkan untuk mangement trainee di bank juga membutuhkan kemampuan lulusan teknik. Tapi wajib di cek, bagaimana minat terhadap matematika dan pelajaran eksakta lainnya, ketekunan dan daya juangnya juga penting.
- Ilmu komputer. Dunia IT dan teknologi informasi yang berkembang cepat saat ini, membutuhkan lebih banyak lulusan ilmu komputer yang handal.
- Ekonomi dan Bisnis. Prospek kerjanya luas. Semua perusahaan bergerak di budang apapun, pastinya membutuhkan lulusan2 ekonomi, akibatnya mudah menemukan lowongan kerja. Selain itu, ilmunya juga bisa di aplikasi kan untuk memulai usaha.
- Hukum. Selain ekonomi, salah satu fakultas dari ilmu sosial ini juga cakupannya luas. Di semua industri butuh kemampuan ahli-ahli hukum. Bahkan di luar negeri, fakultas hukum ini termasuk fakultas yang sangat bergengsi.
- Politeknik dipersiapkan bagi yang ingin lebih pendek durasi kuliah namun ilmunya siap pakai.
- Keperawatan disertai kemampuan bahasa inggris, insyaaAllah banyak dibutuhkan di negara2 middle east. Mengingat perawat2 kita kalah dalam kemampuan bahasa inggris dibandingkan filipina sebagai pemasok perawat terbesar diikuti oleh perawat-perawat dari India.
- Terapis baik fosioterapis, terapis wicara dan okupasi. Jumlah pasien yang membutuhkan terapi ini semakin meningkat setiap tahunnya. Wajar kebutuhannya akan semakin tinggi.
Prediksi ini, pastinya akan berubah seiring dengan waktu menyesuaikan kebutuhan pasar, kemajuan ekonomi dan teknologi. Kalau menurut kalian, jurusan apa lagi yang cukup prospek untuk masuk ke dunia kerja di masa yang akan datang? Yuk coba telusuri dan pelajari lebih dalam lagi, sebelum memilih jurusan.
you can’t choose from whom you were born, either from privilege family or under privilege one. It’s part of your fate. The only thing you can choose is how you will respond to it.
Referensi:
https://m.liputan6.com/bisnis/read/547878/10-jurusan-saat-kuliah-yang-mengancam-karier
https://tirto.id/dampak-covid-19-angka-kemiskinan-indonesia-melonjak-264-juta-fQ9M
Kadang sulit ya Mbak, menentukan apa yang harus dipilih, apalagi jurusan yang dampaknya besar kepada kehidupan yang akan datang. Sebenarnya jurusan pun tidak hanya semata-mata untuk mencari kerja, tapi juga untuk belajar dan nantinya bisa menjadi orang yang bermanfaat bagi sekitarnya.
Sayangnya di Indonesia agak berat untuk bebas memilih jurusan yang diinginkan, karena dihantui oleh prospek pekerjaan setelahnya. Semoga anak-anak yang akan menjadi mahasiswa nanti kuat dan selektif ya dalam memilih jurusannya😊
LikeLike
Iya mba, kalau saya dulu kategori yang mengejar passion, gak terlalu mikir mau kerja dimana. Sementara suami berbeda kondisi dengan saya, underprivilege jadi dia termasuk orang yang benar2 merencanakan jurusan kuliahnya. Dia membatalkan masuk ke FK dan beralih kuliah di teknik karena berpikir sulit untuk melanjutkan ke jenjang profesi dokter dan sebagai fresh graduate, lulusan teknik menurutnya lebih mudah mencari pekerjaan dengan gaji yang memadai demi mengubah nasib. . Ironis memang, kondisi di Indonesia belum bisa seperti kondisi negara2 barat yang lebih maju dimana lebih ramah untuk mengejar passion karena negara sudah bisa menjadi buffer untuk mensupport kebutuhan dasar, kesehatan dan peluang kerja masyarakatnya tanpa harus mempertimbangkan jurusan-jurusan favorite.
LikeLike
Waktu aku kuliah dulu pilih jurusannya agak ‘asal’ deh, Mbak Fina. Meski ya.. tetap ada basic minat sejak kecil. Untuk nantinya mau bekerja apa, dulu aku berpikir, kuliah itu cari ilmu. Kerja bisa apa saja 😄 eh sekarang kewirausahaan yg dikenalkan kepada anak2 (sejak dini) ternyata bisa menjawab tantangan dunia kerja juga ya. Latihan kewirausahaan yg tetap bisa disesuaikan dgn minat dan bakat anak
LikeLike
Iya mba, kalau ada modal usaha mending deh kita mulai prioritaskan untuk mendidik dan mengenalkan anak-anak kita usaha dari kecil, tidak hanya terpaku untuk melamar kerja.
Cuma beberapa kondisi anak2 underprivilege yang saya kenal, orangtua nya memang tergolong pas2an dan tidak punya exposure sama sekali tentang dunia usaha. Minim atau tidak adanya sama sekali figur pengusaha sukses di lingkungan mereka, untuk dijadikan role model juga menambah sikap pesimis mereka terhadap dunia usaha. Butuh waktu dan edukasi yang berkesinambungan pastinya untuk bisa mengubah mindset mereka.
LikeLike
Saya setuju banget mbak, terkadang kita udah membulatkan tekat pengin mengejar passion, tapi di tengah jalan goyah karena takut gak kuat selama prosesnya. Jadi aja lebih berusaha berpikir realistis, saya sampe lulus begini pun kadang masih kebingungan karena masih pengin mengejar passion yang sempet tertunda selama masa perkuliahan dulu😅
LikeLike
Iya kalau kita merasa basic needs sudah tercukupi, menurut hierarki maslow kita akan naik ke tingkat selanjutnya yaitu kebutuhan aktualisasi diri, demi mengejar apa yang menjadi passion kita. pastinya ada kejenuhan juga kalau motivasinya selalu materi. Yuuk kita semangat mengejar passion kita yang tertunda mba😊💪💪
LikeLike
Iya ngalamin banget dulu pas milih jurusan pusing! Tapi karna waktu aku masuk kuliah belum familiar passion, dan aku tidak memiliki “privilege” itu, aku ambil jurusan berdasar feeling aja haha,,, Hasilnya awal kuliahku nilainya hancur… untunglah dosen pembimbingku mengembalikan aku ke arah yg benar hehe…^^
LikeLike
Biasanya awal kuliah memang penyesuaian ya mba, asyiknya kalau yang sesuai dengan passion dan minat, biasanya motivasi mereka lbh tinggi dibandingkan yang mungkn tidak sesuai minat. Di awal2 kuliah banyak teman-teman yang terperangkap dan merasa salah jurusan
LikeLike
bener bgt c mba, utk yg underprivilege tapi kekeuh minta kuliah (kaya saya) memang harus menerapkan strategi selama kuliah (biar bisa lulus tepat waktu) dan utk setelahnya. kalo tidak, kuliah bisa molor, ini udah ngabis2in uang jg tenaga, pikiran dan waktu yg jelas. pilih jurusan yg sekiranya jika sulit utk dapat job, ya bisa bikin job sendiri
LikeLike
Iya mba, beda emang dari sisi perencanaan dan daya juang antar yang privilege dan under privilege. Semangat mba, semoga semua urusannya di mudahkan dan dilancarkan❤
LikeLike
Iya bener, tapi waktu itu aku ambil jurusan yang memang passion sih, dasar si aku nekat. Tapi menurutku apapun jurusannya tetep harus diimbangin belajar hal lain, biar punya skill plus plus~
LikeLike
Cerdas mba ori, wajib memang belajar skill yang bisa membuat kita berbeda diantara para lulusan sarjana yang lain. Jangan cepat puas dari ilmu yang dipelajari di kampus saja
LikeLike
aku termasuk yg underprivilege dulu mbak, sejak awal udah usaha nyari beasiswa, ikutan proyek, atau merangkap jadi EO demi makan siang gratis..hehe..memang menentukan jurusan kuliah sebaiknya dipikir baik-baik apalagi sekarang beda jurusan, beda UKT..
LikeLike
Wow sudah proven berarti daya juang mu mba. Salut deh lihat anak2 yang underprivilege, karakternya jelas lebih strong daripada diriku yang privilege ini.
LikeLiked by 1 person
Waktu mau kuliah, orangtua saya yang memilihkan jurusan….dan jurusan yang diarahkan oleh orangtua tersebut lumayan membutuhkan perjuangan keras untuk menyelesaikannya…tapi ternyata setelah bekerja, pekerjaan yang saya dapat justru jauh banget dari jurusan yang dulu saya pelajari…sehingga lagi-lagi saya harus belajar ilmu baru lagi agar bisa menyesuaikan dengan pekerjaan tersebut….
LikeLike
Realita nya begitu ya mba, banyak juga kenalan saya, anak teknik yang kerjanya di bank. Jadi harus jadi fast learner buat belajar ilmu baru.
LikeLike
kadang saat dalam kondisi tidak bisa memililh sesuai keinginan karena keterbatasan, membuat kita malah bersungguh2 dan fokus dengan yang ada. Jalan suksesnya terkadang dari sikap2 seperti ini.
LikeLike
Iya mba, sering kagum dengan karakter orang2 seperti itu, tertempa keadaan
LikeLike
Yup
LikeLike
melihat keadaan di luaran aku merasa sangat bersyukur, Tuhan memberi kesempatan untuk disa belajar ..karena ternyata bangat yang pingin kuilah tap dana tak ada….
Ilmu bergizi yg sangat bermanfaat..terima kasih ya MBak…
LikeLike
Sama2 mba, semoga dimudahkan segala urusan kuliah putrinya ya mba
LikeLike
Membuka mata banget tulisannya, mba, juga risetmu, mba 😍 Vi termasuk yang kuliah meleset (walau dikit sih) dari passion, tapi mungkin memang jalan dari-Nya karena keadaan ortu saat itu. Tapi sekarang malah jatuh cinta sama kuliah Vi dulu. Jadi pengen kuliah lagi deh abis baca tulisan mba ini 😍
LikeLike
Wuiih semangat mba, kuliah memang challenging but at the same time rewarding mba💪
LikeLike
Tapi di indo juga ada pemilihan jurusan warisan alias turun temurun dari ortunya. Klo ayahnya lulusan hukum misalnya anaknya juga harus hukum. Kadang hal itu juga mengekang passion si anak yah…
LikeLike
Bener mba, ribet kalau orangtua terlalu memaksakan. Semoga semua nya bisa di diskusikan
LikeLike
Iya, biaya kuliah teramat mahal untuk keluarga pas-pasan ya mbak, walaupun ada jalan untuk yang semangat juang dan bisa mengubah nasib lewat pendidikan
LikeLike
Iya mba, kalau dengar teman2 yang anaknya sudah kuliah jadi agak2 parno, nyiapin uang untuk kuliah 4 orang anak.
LikeLike